Wednesday, 21 May 2014

Belajar banyak hal dari bumi tercinta

Semakin kita belajar semakin kita tahu, bahwa sebenarnya apa yang kita punya ini bukan apa-apa.
Tuhan menciptakan alam dan manusia agar bisa selaras dalam kehidupan maupun saling memanfaatkan alias simbiosis mutulaisme. Tapi terkadang kita lupa bahwa kita sebagai manusia memiliki sifat serakah, egois, dan mau untung sendiri. Yang awalnya kita memanfaatkan alam dengan baik, pada akhirnya bumi ini menangis karena kita malah menyabotase semua yang ada di alam. Pada awalnya pohon yang dimanfaatkan dengan baik untuk membangun rumah dan ditanam kembali sekarang berbagai macam pohon di hutan dibakar untuk pembangunan lahan hanya untuk mengkoleksi uang.

Alam ini menangis, segala kemunafikan terpampang jelas dari setiap peristiwa di bumi ini. Yang sadar hanya bisa membisu, yang tidak sadar hanya bisa asik belajar di sekolah dan kampus dan menghabiskan uangnya tanpa tahu apa yang terjadi di bumi ini. Bila kamu salah satu orang yang selalu fakir nilai dan kemunafikan hanya untuk memegang toga dan menjadi seorang sarjana, artinya ilmu yang dipelajari lenyap begitu saja, seperti alam yang di eksploitasi tanpa memikirkan apa yang terjadi dengan penggundulan hutan. Bila kamu berbisnis dan hanya uang yang kamu cari, artinnya bisnismu tak lebih dari sekedar tumpukan garam di air laut. 

Alam ini menangis, ketika semua orang asik dengan dirinya, tapi tak pernah mau asik dengan alam dan penciptanya. Sadar akan kemunafikan, tapi tidak bisa berbuat apa-apa. Akhirnya banyak bermunculan tokoh politik yang lebih suka sembunyi demi sebongkar uang dan berlian tapi tak berpikir apa yang terjadi dengan rakyatnya. Alam ini juga menangis, ibarat air yang jernih ketika ditetesi tinta, ia akan berwarna dan tidak akan kembali lagi. Seperti hati orang lain yang kita sakiti, tidak akan bisa kita sembuhkan lagi hanya dengan kata "maaf".

Sadarlah, semua yang terjadi di dunia ini adalah sandiwara, ada hitam dibalik putih, ada kepentingan dibalik semua keinginan, kita tidak pernah tahu apa yang ingin dilakukan oleh orang lain, dan kita hanya bisa mengubah diri kita sendiri yang sadar dan peduli akan kemunafikan duniawi.

Bila kamu membaca tulisan ini, aku harap kamu mengerti, kita hidup di dunia tidak sendiri, tidak juga 4-5 orang. Tapi ada ratusan juta orang yang hidup. Ada ribuan kilometer pemandangan indah yang ada di alam ini, tapi tak semua orang dari ratusan juta orang yang menghargainya :)

Jangan takut salah meskipun sendirian
Belajarlah dari bumi tercinta ini
Yang apa adanya tanpa ada suatu kepentingan
Yang tercipta bukan untuk dirinya sendiri
Yang hidup dan selaras dengan penghuninya dan penciptaNya

Semoga Bermanfaat

Saturday, 3 May 2014

Bahagia itu sederhana... sesederhana ketika semua bisa dilukiskan dengan kata "CUKUP"

Selama menjalani rutinitas kehidupan ini, banyak hal yang gue pelajari. Mulai dari lingkungan keluarga, sekolah, perkuliahan, bisnis, sampe perpacaran dan persahabatan di hidup gue.

Dulu sebelum gue manja alias kemana-mana ngandelin orang tua, kerjaan gue cuma maen warnet deket rumah aja. Kalo tau games yang namanya dota, dulu gue suka main meskipun masih cupu ampe sekarang. Yup... gue menghabiskan masa-masa sekolah gue dengan deket sama games.

Hampir semua games internet gue coba, mulai dari dota, counter strike, get amped, ayo dance, solitare, bounch , dan macem-macem. Kalo dalam 1 minggu gue belom main, rasanya kata "CUKUP" untuk merasa puas tuh belom ada, minimal 1 minggu itu 3x dan dalam 1x main minimal 3 jam. Paling lama 6 jam. Kalo belom 6 jam, ga ada cukupnya.

Sampai akhirnya gue beranjak ke SMA, dimana gue mulai sadar bahwa kegiatan gue terlalu membosankan, dan kalo ngeliat track record kerjaan orang tua gue buat biayain sekolah, ga sebanding sama apa yang gue lakuin selama ini. Kerjaan gue yang sehari-hari cuma main warnet dan minta duit sama orang tua, belum membuat gue merasa "CUKUP" untuk membanggakan orang tua.

Mungkin temen-temen gue santai aja menikmati masa SMA dengan prestasi yang gemilang, tapi dalam lubuk hati gue, gue ga bisa merasa cukup ketika nilai gue bagus. Gue rindu untuk membuat orang tua gue merasa lebih nyaman, dan persepsi gue waktu itu "gue harus cari duit sendiri untuk biayain hidup gue".

Setiap kali orang tua berangkat ke toko, mereka selalu sibuk untuk mengemas bekal untuk makan di toko, setelah pulang mereka masih mengurusi jam-jam tangan yang akan dijual di toko, kemudian dicatat pemasukan barangnya dan hampir setiap hari mereka lakukan. Sebagai anak SMA waktu itu gue ngerasa ga enak, mereka udah kayak gitu, tapi gue cuma main warnet aja gitu...

Mulai SMA 2 gue berbisnis kecil-kecilan dengan menjajakan makanan, jualan powerbank, jual kaos, sampe buka les privat gitar padahal gue ENGGA sama sekali main gitar dan cuma diajarin trik dasar tapi udah berani buka les privat gitar ke temen sma gue... :| semua demi uang jajan, supaya gue ga minta lagi sama ortu, dan rasa CUKUP gue untuk membanggakan ortu.

Sampe akhirnya, rasa cukup itu pun berubah...
Ada beberapa orang yang menggambarkan rasa cukupnya dengan uang.. Ketika uangnya banyak dia lega, ketika uangnya dikit ia mengeluh
Ada orang yang menggambarkan rasa cukupnya ketika kerjaan kantornya selesai & gaji naik... Ketika kerjaan kelar dia lega, ketika gaji ga naik dia mengeluh...
Ada juga yang menggambarkan rasa cukupnya ketika ia berhasil mendapatkan prestasi di sekolah.. Ketika nilai pas / ga memuaskan, dia stress, ketika bagus dia bangga banget.

dan gue melihat, rasa cukup dari sudut pandang gue bukan lagi uang, kesibukan, maupun prestasi.
Semakin uang dicari, maka semakin jauh uang tersebut, karna uang memang bukan segalanya untuk mendapatkan kebahagiaan
Semakin menuntut pekerjaan untuk sebuah status sosial, semakin kita merasa bahwa diri kita ga berguna, padahal ga kerja dapet duit pun bisa asal tau caranya... (back to topic)
Semakin menuntut prestasi yang bagus di sekolah dan perkuliahan, juga ga menentukan suatu keberhasilan di lingkungan sosial nantinya.

dan rasa cukup gue adalah dengan ikhlas membiarkan semuanya terjadi dan berjalan..
Gue mau kaya, gue jalani cara, pola, kebiasaan orang kaya, tapi kalo ekspektasinya ga sesuai, gue bersyukur dan bilang cukup, dan gue akan terus maju sehingga gue ga kecewa.
Gue mau bisnis a b c d, tapi ketika gue bangkrut atau ditipu, gue bisa bilang cukup kalo semua memang terjadi karena kesalahan gue dan gue belajar dari kesalahan.
 Gue dicemooh orang, dan orang ga suka sama gue, gue masih bisa senyum meskipun secara manusiawi semua orang ga suka digituin dan gue bisa ikhlas dan bilang "cukup"

Bahagia itu sederhana, sesederhana ketika kita bisa merasa cukup atas semua yang udah terjadi dan kita dapatkan di hidup ini... :)

Semoga Bermanfaat
@rcohuang